Minggu, 17 November 2013

Koin

Koin

LATAR MENGGAMBARKAN TAMAN. ADA BANGKU PANJANG TUA DITENGAH, DAN SEJAJAR DI DEPAN BANGKU ADA KOIN YANG TERLIHAT BERSINAR DAN MENYALA. UANG PERAK LIMA RATUSAN KUNING KEEMASAN. LANGIT MURAM MENDUNG. TIBA-TIBA PEDAGANG LEWAT DENGAN MEMBAWA BEBERAPA JUALANNYA YANG TAK LAKU

Tokoh:
1. Pedagang
2. Wanita
3. Pria
4. Anak kecil 1
5. Anak kecil 2
6. Pemuda tanpa sepatu.


1. Pedagang :
(duduk) ah. Capek aku, hidup ini berat rupanya. Sedari pagi aku jualan, dari cemilan, permen, aqua, tisu...  hingga sepatu yang aku curi dari masjid ini(menunjukkan sepatu butut dan menatap penonton bangga), tak laku-laku. Padahal susah payah aku mengambilnya. Setelah menunggu lama sang pemilik sepatu melepaskan sepatunya, berwudhu, hingga akhirnya pergi dan shalat. Aku masih saja deg-degan untuk mencuri. Aku hanya berani mencuri sepatu ini ketika pemiliknya lagi berdiri ketika shalat. Aku takut ketika rukuk, ia mengintipku. Apalagi ketika sujud, ia mungkin saja bisa melihat wajahku, ih ngerii... nanti aku ditangkap polisi dan dihukum lama. Malah lebih lama dari tukang korupsi. Bahaya sekali... Negara ini mah tak mengerti susahnya jadi rakyat kecil. Tapi walau aku ini pencuri. Aku adalah pencuri yang baik hati loh (bangga). Meski aku mencuri sepatunya. aku masih tetap welas asih kepada orang itu, yang sepatunya kucuri. toh aku tetap meninggalkan kaos kakinya. Dengan itu ia masih beralas kaki kan?

(tiba-tiba muncul pasutri berjalan di taman. Pedagang duduk santai sambil mendengar percakapan pasutri di taman.)

2. Wanita:
Yah, taman ini cukup bagus ya?

3. Pria:
Ia bunda (tersenyum), tempat yang terlihat nyaman untuk menghabiskan waktu berdua, nah disana ada uang(tiba-tiba melihat koin 500 dan mengambilnya). Tapi sayang uang segini mah di jaman sekarang apa gunanya.

4. Wanita:
Jangan menyepelekan uang yah, uang itu sekecil apapun nominalnya, harus kita hargai. Sini bunda ambil (mengambil koin)


5. Pria:
Jangan bunda, ini kan punya orang. Ya ayah berpikir mau menaruhnya dimasjid. Mungkin nanti ada yang akan mencarinya setelah ayah melaporkan penemuan ini dengan pengeras suara. Dosa loh mengambil punya orang.

6. Wanita:
Ya ampun, ini hanya uang 500 ya, mana ada orang yang mau mengambilnya. Toh kalau diambil juga diikhlaskan oleh yang punya, ini Cuma 500 yah, Cuma 500. Lebih baik kita belanjakan, bali bumbu dapur, sekaligus hemat dan tak memecahkan uang kertas, kan sayang jika cuma beli bumbu.

7. Pria:
Astafirullahullazim nda. Walau ini uang 500, ini masih punya orang, rezeki orang lain. Bunda mau kita makan uang haram, mana uangnya kecil pula. Darah jadi haram gara-gara uang 500, ayah tidak sudi.

8. Wanita:
Yasudah, tapi jika uang kecil ini ayah mau umumkan di masjid dengan pengeras suara, bunda lebih tidak setuju. Ayah gak mau kan dianggap orang alim. Ia kan. koin 500. Sekecil ini, ayah mau beritahu penduduk dengan embel-embel berita penemuan barang. Lucu. Lucu sekali... Ayah mau digosipkan oleh mbok sanem orang sok alim, sok mengerti agama.

9. Pria:
Ia sih, ayah gak mau

10. Wanita:
Yasudah, kalau begitu berikan saja kepada bunda,

11. Pria:
Gak usah (mengambil koin). Ini hak orang lain, biarkan saja koin ini disini(menaruhnya kembali ditanah), mari kita pulang, sudah sore. Kalau mau beli bumbu, ayah ada uang. Tapi kalau mau beli emas lagi, ayah tidak sudi memberi.

12. Wanita:
Oke, dengan ini uang belanja bisa hemat kan. Hemat 500 rupiah. Ayo yah, kita pergi (tersenyum dan bangga dengan suami).

(pedagang bangkit dan mulai memandangi dan menunjuk koin 500)

13. Pedagang:
Gila itu orang, uang sekecil itu gak mau diambil, kan sayang. Tapi omongan bapak itu ada benarnya. Rejeki kan ada yang ngatur. Ah, aku gak mau makan uang haram lagi, toh sepatu ini paling kalau dijual cuma laku 20 ribu... dosanya banyak dan mungkin sebanding dengan tukang korupsi, ah, aku gak mau, aku mau mengembalikan sepatu ini.

(tiba-tiba 2 anak kecil muncul ditaman, lagi-lagi pedagang memperhatikan anak kecil)

14. Anak Kecil 1:
Tangkap aku, tangkap aku

15. Anak Kecil 2:
Males ah, capek... gantian dong, kau yang jaga, aku yang jadi jerry

16. Anak Kecil 1:
Gak mau, gak mau... kamu kan tom yang selalu ngejar-ngejar aku. Ayo kejar, ayo kejar. Atau kita main yang lain, yok main.. (menarik anak kecil 2)

17 Anak Kecil 2:
(melihat koin dan menutup koin dengan salah satu kakinya) capek ah... aku mau disini... gak mau lari lagi.

18. Anak Kecil 1:
Ayo, sekali lagi. Kali ini kita main dora the explorer. Aku dora dan kau boots ya. Kita berpetualang.. atau kita main upin ipin, yee kita kembar....

19. Anak Kecil 2:
Malas ah, kau selalu enak. Aku terus yang susah, kita pulang saja yok, ayo kau duluan jalan.

20. Anak Kecil 1:
Pulang ya, yaaa pulang(kecewa). oke. Tapi barengan dong (menarik kuat-kuat)

21. Anak Kecil 2:
Ia, kau duluan dong

22. Anak Kecil 1:
(menarik anak kecil 2) bareng-bareng. Yeah

23. Anak Kecil 2:
(ditarik Anak Kecil 1 hingga tak dapat mengambil koin)
ya pulang, ayo kita pulang (kecewa uang 500 tetap tak dapat diambil)

(dua anak kecil keluar dari panggung)

24. Pedagang
Ya, kasian anak tadi, tak mampu mengambil koin ini gara-gara temannya. Toh ketika ia mengambil akan kuhalangi. Ini kan rejeki orang lain, mungkin nanti ada yang mencari(bangga bisa melindungi koin), kasihan anak itu kalau makan uang haram seperti kata pria tadi(turun dari bangku dan memperhatikan koin). 500 rupiah. Aneh ya, gara-gara nilai uang ini kecil orang jadi kebanyakan jual mahal. Gak ada mau yang mengambil(mulai memikirkan untuk mengambil koin). Tapi kalau kuambil, aku berdosa dong. Aii... tobat ah, sepatu ini akan kukembalikan lagi ke masjid. Aku kan cuma pedagang asongan, masak hidup didunia tiap hari jalan kaki, pun ketika balik keakhirat juga dipukuli. Sudah jatuh tertimpa tangga itu. Uang 500.. terima kasih ya, terima kasih (mengecup-ngecup koin di tanah dan akhirnya pergi)

(tak lama kemudian, Lelaki tanpa sepatu datang ke taman)


25. Lelaki Tanpa sepatu:
Sialan, sepatuku dicuri. Lihat aku berjalan dari masjid kesini cuma memakai kaos kaki (menggerutu). Sepatu itu sepatu mahal, dari kulit lembu dan kudapat dari ibu, karena rajin membantu... ah, nasib nasib (tiba-tiba melihat koin dan mengambilnya). Heh, Cuma 500 rupiah, tak sebanding dengan sepatuku. Harganya mahal, made in afganistan. Solnya saja dari peluru, tiap aku melangkah jika memakai sepatu itu bunyinya jelegar jelegar... seperti bunyi bom. Bunyi knalpot saja kalah. Mana keren lagi(mulai berpikir keras). Tapi dengan kehilangan sepatu tadi, aku mulai berpikir untuk terus mengingat tuhan dan belajar untuk membantu orang lain, ya, aku ikhlaskan sepatu itu. Toh selama ini aku cuma bisa shalat dan tak pernah sedekah. Mungkin sang pencuri  benar-benar butuh uang(memasukkan uang 500 rupiah kedalam celana). lebih baik kumasukkan di celengan masjid saja koin in plus uangku yang tak seberapa, kalau sepatuku kembali ada dimasjid aku janji akan terus bersedekah. Ya ya ya...

-black out-

(sebuah naskah sederhana, dan terkadang hidup adalah perjalanan yang tak terduga. Dan sekali lagi, sederhana... salam budaya)

                                                                        DIKO HARTAN




Tidak ada komentar: