Koin
LATAR
MENGGAMBARKAN TAMAN. ADA BANGKU PANJANG TUA DITENGAH, DAN SEJAJAR DI DEPAN
BANGKU ADA KOIN YANG TERLIHAT BERSINAR DAN MENYALA. UANG PERAK LIMA RATUSAN
KUNING KEEMASAN. LANGIT MURAM MENDUNG. TIBA-TIBA PEDAGANG LEWAT DENGAN MEMBAWA
BEBERAPA JUALANNYA YANG TAK LAKU
Tokoh:
1. Pedagang
2. Wanita
3. Pria
4. Anak kecil
1
5. Anak kecil
2
6. Pemuda
tanpa sepatu.
1.
Pedagang :
(duduk)
ah. Capek aku, hidup ini berat rupanya. Sedari pagi aku jualan, dari cemilan,
permen, aqua, tisu... hingga sepatu yang
aku curi dari masjid ini(menunjukkan sepatu butut dan menatap penonton bangga),
tak laku-laku. Padahal susah payah aku mengambilnya. Setelah menunggu lama sang
pemilik sepatu melepaskan sepatunya, berwudhu, hingga akhirnya pergi dan
shalat. Aku masih saja deg-degan untuk mencuri. Aku hanya berani mencuri sepatu
ini ketika pemiliknya lagi berdiri ketika shalat. Aku takut ketika rukuk, ia
mengintipku. Apalagi ketika sujud, ia mungkin saja bisa melihat wajahku, ih
ngerii... nanti aku ditangkap polisi dan dihukum lama. Malah lebih lama dari
tukang korupsi. Bahaya sekali... Negara ini mah tak mengerti susahnya jadi
rakyat kecil. Tapi walau aku ini pencuri. Aku adalah pencuri yang baik hati loh
(bangga). Meski aku mencuri sepatunya. aku masih tetap welas asih kepada orang
itu, yang sepatunya kucuri. toh aku tetap meninggalkan kaos kakinya. Dengan itu
ia masih beralas kaki kan?
(tiba-tiba muncul pasutri
berjalan di taman. Pedagang duduk santai sambil mendengar percakapan pasutri di
taman.)
2.
Wanita:
Yah,
taman ini cukup bagus ya?
3.
Pria:
Ia
bunda (tersenyum), tempat yang terlihat nyaman untuk menghabiskan waktu berdua,
nah disana ada uang(tiba-tiba melihat koin 500 dan mengambilnya). Tapi sayang uang
segini mah di jaman sekarang apa gunanya.
4.
Wanita:
Jangan
menyepelekan uang yah, uang itu sekecil apapun nominalnya, harus kita hargai.
Sini bunda ambil (mengambil koin)
5.
Pria:
Jangan
bunda, ini kan punya orang. Ya ayah berpikir mau menaruhnya dimasjid. Mungkin
nanti ada yang akan mencarinya setelah ayah melaporkan penemuan ini dengan
pengeras suara. Dosa loh mengambil punya orang.
6.
Wanita:
Ya
ampun, ini hanya uang 500 ya, mana ada orang yang mau mengambilnya. Toh kalau
diambil juga diikhlaskan oleh yang punya, ini Cuma 500 yah, Cuma 500. Lebih
baik kita belanjakan, bali bumbu dapur, sekaligus hemat dan tak memecahkan uang
kertas, kan sayang jika cuma beli bumbu.
7.
Pria:
Astafirullahullazim
nda. Walau ini uang 500, ini masih punya orang, rezeki orang lain. Bunda mau
kita makan uang haram, mana uangnya kecil pula. Darah jadi haram gara-gara uang
500, ayah tidak sudi.
8.
Wanita:
Yasudah,
tapi jika uang kecil ini ayah mau umumkan di masjid dengan pengeras suara,
bunda lebih tidak setuju. Ayah gak mau kan dianggap orang alim. Ia kan. koin
500. Sekecil ini, ayah mau beritahu penduduk dengan embel-embel berita penemuan
barang. Lucu. Lucu sekali... Ayah mau digosipkan oleh mbok sanem orang sok
alim, sok mengerti agama.
9.
Pria:
Ia
sih, ayah gak mau
10.
Wanita:
Yasudah,
kalau begitu berikan saja kepada bunda,
11. Pria:
11. Pria:
Gak
usah (mengambil koin). Ini hak orang lain, biarkan saja koin ini
disini(menaruhnya kembali ditanah), mari kita pulang, sudah sore. Kalau mau
beli bumbu, ayah ada uang. Tapi kalau mau beli emas lagi, ayah tidak sudi
memberi.
12.
Wanita:
Oke,
dengan ini uang belanja bisa hemat kan. Hemat 500 rupiah. Ayo yah, kita pergi
(tersenyum dan bangga dengan suami).
(pedagang bangkit dan mulai
memandangi dan menunjuk koin 500)
13.
Pedagang:
Gila
itu orang, uang sekecil itu gak mau diambil, kan sayang. Tapi omongan bapak itu
ada benarnya. Rejeki kan ada yang ngatur. Ah, aku gak mau makan uang haram
lagi, toh sepatu ini paling kalau dijual cuma laku 20 ribu... dosanya banyak
dan mungkin sebanding dengan tukang korupsi, ah, aku gak mau, aku mau
mengembalikan sepatu ini.
(tiba-tiba 2 anak kecil muncul ditaman,
lagi-lagi pedagang memperhatikan anak kecil)
14.
Anak Kecil 1:
Tangkap
aku, tangkap aku
15.
Anak Kecil 2:
Males
ah, capek... gantian dong, kau yang jaga, aku yang jadi jerry
16.
Anak Kecil 1:
Gak
mau, gak mau... kamu kan tom yang selalu ngejar-ngejar aku. Ayo kejar, ayo
kejar. Atau kita main yang lain, yok main.. (menarik anak kecil 2)
17 Anak Kecil 2:
17 Anak Kecil 2:
(melihat
koin dan menutup koin dengan salah satu kakinya) capek ah... aku mau disini...
gak mau lari lagi.
18. Anak Kecil 1:
18. Anak Kecil 1:
Ayo,
sekali lagi. Kali ini kita main dora the explorer. Aku dora dan kau boots ya.
Kita berpetualang.. atau kita main upin ipin, yee kita kembar....
19.
Anak Kecil 2:
Malas
ah, kau selalu enak. Aku terus yang susah, kita pulang saja yok, ayo kau duluan
jalan.
20.
Anak Kecil 1:
Pulang
ya, yaaa pulang(kecewa). oke. Tapi barengan dong (menarik kuat-kuat)
21.
Anak Kecil 2:
Ia,
kau duluan dong
22.
Anak Kecil 1:
(menarik
anak kecil 2) bareng-bareng. Yeah
23. Anak Kecil 2:
23. Anak Kecil 2:
(ditarik
Anak Kecil 1 hingga tak dapat mengambil koin)
ya
pulang, ayo kita pulang (kecewa uang 500 tetap tak dapat diambil)
(dua anak kecil keluar dari
panggung)
24.
Pedagang
Ya,
kasian anak tadi, tak mampu mengambil koin ini gara-gara temannya. Toh ketika
ia mengambil akan kuhalangi. Ini kan rejeki orang lain, mungkin nanti ada yang
mencari(bangga bisa melindungi koin), kasihan anak itu kalau makan uang haram
seperti kata pria tadi(turun dari bangku dan memperhatikan koin). 500 rupiah.
Aneh ya, gara-gara nilai uang ini kecil orang jadi kebanyakan jual mahal. Gak
ada mau yang mengambil(mulai memikirkan untuk mengambil koin). Tapi kalau
kuambil, aku berdosa dong. Aii... tobat ah, sepatu ini akan kukembalikan lagi
ke masjid. Aku kan cuma pedagang asongan, masak hidup didunia tiap hari jalan
kaki, pun ketika balik keakhirat juga dipukuli. Sudah jatuh tertimpa tangga
itu. Uang 500.. terima kasih ya, terima kasih (mengecup-ngecup koin di tanah
dan akhirnya pergi)
(tak lama kemudian, Lelaki tanpa
sepatu datang ke taman)
25.
Lelaki Tanpa sepatu:
Sialan,
sepatuku dicuri. Lihat aku berjalan dari masjid kesini cuma memakai kaos kaki
(menggerutu). Sepatu itu sepatu mahal, dari kulit lembu dan kudapat dari ibu,
karena rajin membantu... ah, nasib nasib (tiba-tiba melihat koin dan
mengambilnya). Heh, Cuma 500 rupiah, tak sebanding dengan sepatuku. Harganya
mahal, made in afganistan. Solnya saja dari peluru, tiap aku melangkah jika
memakai sepatu itu bunyinya jelegar jelegar... seperti bunyi bom. Bunyi knalpot
saja kalah. Mana keren lagi(mulai berpikir keras). Tapi dengan kehilangan
sepatu tadi, aku mulai berpikir untuk terus mengingat tuhan dan belajar untuk
membantu orang lain, ya, aku ikhlaskan sepatu itu. Toh selama ini aku cuma bisa
shalat dan tak pernah sedekah. Mungkin sang pencuri benar-benar butuh uang(memasukkan uang 500
rupiah kedalam celana). lebih baik kumasukkan di celengan masjid saja koin in
plus uangku yang tak seberapa, kalau sepatuku kembali ada dimasjid aku janji
akan terus bersedekah. Ya ya ya...
-black
out-
DIKO HARTAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar