Jumat, 03 Juni 2011

Antara Navis, Chaplin dan Hemingway


            Sebuah karya sastra sudah barang tentu tidak dapat mungkin dilepaskan dari pengarangnya, karya yang dihasilkan oleh para pengarang pasti melewati proses yang panjang, mulai dari dorongan pertama untuk menulis, pengendapan ide (ilham), penggarapan hingga tercipta sebuah karya yang utuh dan siap untuk disajikan dalam warna yang menggugah, menurut gaya dan cara pandang pengarang yang berbeda-beda, adapun yang menginspirasi saya, entah mengapa, setelah melihat dan membaca-baca karya mereka, pertanyaan selalu timbul, apakah mereka ditakdirkan jadi pencipta, mereka sungguh menarik, dan menjadikan setiap langkah di depannya adalah peninggalan-peninggalan yang tak lekang oleh waktu, tak putus dirundung jaman, dan tahan banting digerus abad. Mereka adalah sumber inspirasi, motivasi, dan guru-guru yang gagah berani bagi saya, walaupun mereka tak nampak raganya, tapi ada dan tetap selalu ada, tercantum di dalam hati, kisah-kisah yang mereka sajikan dalam warna-warna yang kemilau, yang memukau hidup saya.
            AA Navis, cerpenis yang menyajikan cerpen-cerpen yang memikat, tak terpengaruh dengan landasan orang kebanyakan, ia mengatakan bahwa yang terpenting bagi seorang sastrawan adalah karyanya awet atau tidak? Ada karya yang bagus, tapi seperti kereta api, lewat saja. Itu banyak dan di mana-mana terjadi. Ia bukan mencari ketenaran, menulis pun bukan karena kejadian-kejadian yang penuh avontur dan loncatan dinamika kehidupan yang luar biasa, ia beranggapan bahwa ide bisa datang dari mana saja, seperti karya terkenalnya Robohnya surau kami yang tanpa sengaja ia dapatkan ketika pak M Syafei datang ke kantornya dan bercerita dengan bossnya tentang orang yang masuk neraka karena malasnya. Ia membuat karya fenomenal itu dengan cara tersendiri, menggabungkan idenya dengan ayat yang ada di surat Al-baqarah(surat yang mana ya?), Ia berpikir bahwa teori menulis itu tidak perlu, teori tidak kekal, tapi jika kau melakukan kegiatan itu terus menerus, ia akan kekal di hati, dan jadi satu kebutuhan tersendiri dan mengekal, kalimat-kalimat tersebut adalah kata hatinya. Dan saya pikir ia sangat berhasil dalam menggapai cita-cita agungnya.
            Sir Charles Spencer Chaplin, Jr. KBE, atau  lebih dikenal dengan Charlie Chaplin, adalah aktor komedi Inggris yang merupakan salah satu pemeran film terkenal dalam sejarah Hollywood di era film hitam putih, sekaligus sutradara film yang sukses. Aktingnya di layar perak menjadikan Charlie Chaplin sebagai salah satu artis pantomim dan badut terbaik yang sering dijadikan panutan bagi seniman di bidang yang sama. Ia adalah salah satu legenda, pelawak terkemuka di dunia, dari dulu, saya amat menyukainya, tapi sayang, ketika jaman sudah mulai cemerlang dan berubah modern mengikuti alur maju teknologi yang menakjubkan, ia dilupakan dan karyanya pun tak lagi hadir dalam layar kaca, ibu saya pernah berkata, waktu jaman balita hingga sampai sekolah dasar, Charlie chaplin adalah tontonan wajib saya, ia mengalahkan film-film india yang lagi tenar di jaman itu, hahaha, Charlie adalah sumber  inspirasi, mungkin bila tanpanya, saya sekarang ini belum bisa bersepeda jika tak melihat permainan sepatu rodanya pada saat itu, begitu menawan, begitu tenang dan santai, saya kagum dengan humor slapsticknya, pantomimnya, hingga senyumnya yang khas, yang mungkin mengepigon dan menurun pada saya(^_^). Dan bagi saya, ia adalah salah satu pendamping saya dalam berkembang hingga sekarang.
            Ernest Miller Hemingway adalah seorang novelis, pengarang cerita pendek, dan jurnalis Amerika. Bagi saya, ia adalah seorang yang berani, ulet, penuh dengan aksi-aksi  menarik, dan hidup secara liar, karya-karya adalah runutan pengalaman petualangannya, kaya dengan lika-liku perjuangan hidup di dunia, ketika ia pergi ke spanyol, ikut perang, lahirlah novel pertempuran penghabisan, ketika pergi ke afrika selatan, berburu binatang buas, lahirlah salju di Kilimanjaro, ketika pergi ke Amerika Latin, menjadi seorang nelayan, ia melahirkan karya lelaki tua dan laut, sungguh mempesona, dan saya amat menyesal baru bisa membaca buku yang terakhir dia tulis itu, karena gaya mengarangnya yang minimalisme, yang singkat dan dengan gaya seadanya, sangat mengundang selera untuk lebih banyak tahu tentang karya-karyanya yang bersifat stoik itu. kehidupan dan Karya-karyanya adalah salah satu impian saya, dan entah mengapa, saya telah terperngaruh jauh dengan caranya walaupun belum bisa melakukannya.
***
            Entah apa bisa saya menjadi seorang penulis, mengapa dan bagaimana itu mengarang saya belum dapat menjawabnya, ketika kehidupan itu hanya dimiliki oleh impian, tanpa usaha ekstra keras untuk mewujudkannya, sama saja dengan angan-angan yang mengikat tubuh, cita-cita ada, tapi tak pernah dikerjakan, tanpa konsistensi melakukan yang terbaik, sangat percuma, bak ayam pulang petang, lakunya tidak benar, sama dengan harapan-harapan yang telah mengakar, tapi tunasnya tidak penah muncul dan akhirnya tinggal harapan. Sepadan seimbang dengan keadaan sekarang, apa yang saya lakukan Cuma sketsa, dalam beberapa bulan ini saja tak ada gerak yang terakhir untuk memulai satu langkah, padahal satu langkah adalah awal dari seribu langkah untuk bangkit dan lebih baik, tapi kadangkala, satu kejadian sederhana dapat mengubah segalanya, dan dari mereka bertiga saya mendapat satu pelajaran lagi yang berharga.
            Robohnya surau kami, salah satu karya AA Navis yang dikenang sepanjang jaman ini sangat memikat hati saya, tanpa sengaja membaca cerpen ini 2 hari kemarin, cerpen yang menjadi arsip perjalanan kuliah saya di semester satu, dan pernah saya baca di SMP, walau ceritanya sudah dihapus dan tak teringat lagi di kepala, tetapi ketika saya baca dan baca lagi, terasa ada yang bergetar dan menyuruh saya untuk berubah, mungkin kemarin-kemarin waktunya tak tepat untuk dibaca, karena karya fenomenal ini butuh perenungan yang mendalam agar dapat ditarik kesimpulan amanahnya, AA Navis pernah berkata, menjadi pengarang itu sulit, dulu, pernah seorang anak pemuda yang berbakat dan berpikiran hidup, menulis puisi, dan setiap ia menulis puisi, senantiasa si anak memperlihatkan puisi kepadanya, saya pun mengkritiknya, mendiskusikannya hingga anak itu kehilangan kepercayaan dirinya, lalu kini menjadi orang yang tak berarti, dan ketika seseorang anak lagi bertemu dan meminta petunjuknya, ia berkata lagi bahwa “jika ingin jadi pengarang yang berarti, lemparkan rasa rendah dirimu itu”. Dan sejak itu,anak itu tak pernah berkata lagi padanya, ia menemukan jati dirinya sendiri, ia adalah Motinggo busye, dan jika ada yang bertanya pada dirinya lagi, AA Navis lebih suka memakinya saja, dan mengharapkan agar ia sakit hati, tersinggung harga dirinya, lalu bangkit menjadi manusia yang tangguh.
            Beberapa hari kemarin, ketika saya membuka google, situs pencari terbaik ala world wide web, google merayakan hari ulang tahun aktor terkenal yang melegenda, Charlie chaplin, salah satu aktor yang terbaik yang ada dan saya kenal karya-karyanya, setelah saya beberapa kali melihat aktingnya di youtube, saya bepikir bahwa Charlie adalah salah satu dari seseorang yang bisa mengubah dunia, saya mengaguminya, Di dalam film-filmnya, Chaplin dikenal suka merangkap-rangkap, mulai dari peran utama, sutradara, penulis naskah, hingga pengisi ilustrasi musik. Dan ketahuilah, saya termasuk seseorang yang mudah menyerah, ketika tak aktif lagi dalam dunia teater, naskah-naskah yang pernah saya buat, yang sampai sekarang belum selesai, hanya saya jadikan kenangan, yang belum dapat dijawab kesudahannya, tapi, ketika melihat akting-akting Charlie, ya, saya berpikiran harus mengerjakan naskah-naskah itu, walau tak dihargai dimana akan ditempatkan, tapi ketika karya itu selesai, paling tidak terselip kebanggaan bahwa saya ada dan dapat terus berkarya.
            Ernest Hemingway, seorang tentara, petualang dan jurnalis pengelana, saya amat tertarik dengan kehidupannya yang berliku, penuh kesan dan pesan, melengkapi suka duka perjalanannya, seorang jurnalis adalah seseorang yang misterius dan ramah, itu yang harus dilakukan oleh seseorang jurnalis, mendengar ini saya langsung ingat film “the blood diamond”, disana terdapat jurnalis yang spektakuler menurut saya, jurnalis, mungkin adalah bagian dari keping-keping impian saya yang harus dijulang ke langit usahanya, menjadi jurnalis itu susah, sama saja seperti guru yang dituntut harus ceplas-ceplos dan ramah, apakah bisa saya seperti hemingway? yang jelas ikhtiar, doa dan kerja keras, karena takdir hanya ujung usaha, sukses hanya sebuah pemikiran, dan entah mengapa, ernest hemingway telah mengilhami lebih dari separuh impian seseorang anak laki-laki yang belum dewasa dan masih mencari jejak-jejak kedepan dan jejak-jejak yang tertinggal. Semoga saja…
***
Seumur hidup, saya hanya ingin jadi seorang penulis amatir, karena amatir berasal dari kata amare:mencintai, dan amator:pencipta, karena bagi saya, menulis adalah mencintai pencipta, mencoba melukiskannya dengan sedikit kata-kata hingga berbentuk sebuah karya,itu saja, karena bagi saya, tak ada penulis yang profesional, penulis professional hanya yang mampu menciptakan langit dan bumi, yang menyetujui takdir kehidupan kita, yang menurunkan wahyu, kitab-kitab yang menjadi buku pedoman tak tergantikan. menulis bagi saya, adalah kebebasan yang lepas, tanpa batas perjuangannya, menjalani waktu-waktu setahun kuliah ini mungkin membuat saya gila, saya berhenti menulis gara-gara takut dengan salah, takut dengan kritik-kritik yang berisi hinaan, padahal kritik adalah salah satu argumentasi yang bersifat menbangun, entah itu baik atau buruk. AA navis berpesan bahwa kalau ingin menjadi seseorang yang tangguh, kita harus tahan makian, hinaan bahkan umpatan, dan itu memang betul dan memang menjadi tujuan saya. Dan jika anda menemukan hal-hal yang salah pada diri saya, saya bersedia dan amat berterima kasih jika anda mengkritiknya, dengan buruk apalagi…
            AA Navis, Charlie Chaplin dan Ernest Hemingway, mungkin telah mengubah saya untuk terus berjuang dan mencintai hidup, melakoni tiap episode kehidupan tanpa ketakutan lagi, dari AA Navis, saya mendapat ilmu bahwa menulis itu tidak gampang, perlu keinginan keras dan gaya tersendiri agar sukses menjadi seorang penulis. gerak bisu chaplin memberikan kajian kepada hati saya bahwa perjalanan hidup harus diiringi senyum dan tawa walau terkadang hidup susah penuh duka. hemingway menyentuh impian saya dengan cara-cara yang dilakukannya dalam menempuh waktu dengan gemilang dan akhirnya berteriak “demi kehidupan”. Mereka adalah sang pemotivasi kehidupan yang nyata, sumber inspirasi, dan mata air kekuatan bagi saya, walaupun demikian, saya amat sangat tak berharap jadi epigon mereka, tiap seseorang harus memiliki cirri khas tersendiri bukan.
Ketika mereka dapat lepas landas. Terbang, meliuk-liuk, dan berputar-putar dalam mencari kesuksesan, apa yang ada pada mereka hanyalah kisah yang memotivasi, yang kekal abadi dalam sanubari, mengarang entah mengapa bagi saya tak perlu tuntutan-tuntutan teori seperti yang diajarkan di kelas-kelas menulis ataupun tempat berkumpulnya para pecinta sastra, seperti kata salah satu dosen saya, di kelas membaca, “tehnik-tehnik membaca banyak, tapi pilih saja yang terbaik, yang lebih afdol di hati”. dan menurut pandangan saya, itu memang sangat penting dan hidup harus sesuai selera kita. Keinginan kita, kejelian hati kita untuk melangkah, dan saat saya bertemu dengan beliau lagi, sambil menepuk pundak, ia berkata “belajar rajin-rajin ya mas” wih, saya dipanggilnya mamas, wkwkwk. Baiklah, belajar akan terus dilakukan pak, mungkin sampai malaikat Izrail mencabut nyawa saya, sama dengan menulis, kalau perlu saya akan belajar terus menerus sampai tertimbun tanah di liang lahat, semoga saja impian akan selalu ada yang menjadi penghubung masa depan, untuk segalanya, untuk semuanya…
(minggu, 1 mei 2011, pukul 11. diharapkan pada jiwa saya untuk berubah, dunia kepenulisan di kepala masih ada. salam kelelahan, tunda dulu buat tugas-tugas kuliah, lagi kehilangan ilham untuk mengerjakan tugas-tugas yang njelimet,  pusing 6 rangkap. Bingung stadium 4, tugas yang kadang-kadang buat syaraf jadi kumat, berlari-lari si syaraf, hingga otak meledak, arrgh, kato wong pelembang tuh, “dak kuwawo, pening igo, lemak makan burgo, dah tuh  pegi nyari bini jalan-jalan ke kuto, nenangke otak, tapi nyatonyo, nenangkenyo dk kemano-mano, nulis be sambil makan kemplang angat campur cuko, @_@)
Footnote :
Epigon : meniru
Avontur : hal yang aneh-aneh, penuh dengan petualangan, pemikiran, ketegangan
Pantomim : gerak bisu, biasanya pembuka dalam teater-teater eropa
Slapstick/farce : humor gedobrakan, ruak-ruakan, sekarang lagi tenar karena dipakai oleh anak-anak anggota OVJ